Jelang Muktamar 2025, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Persimpangan Jalan: Antara Soliditas Partai dan Desakan Ketua Umum Baru
bacayuk.com – Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai politik berlambang Ka’bah yang telah lama menjadi salah satu kekuatan politik Islam di Indonesia, kembali berada dalam sorotan publik menjelang digelarnya Muktamar X pada tahun 2025.
Di tengah upaya konsolidasi internal dan persiapan menyongsong Pemilu 2029, muncul dinamika internal yang cukup mengundang perhatian: desakan sejumlah kader agar PPP memiliki Ketua Umum baru.
Fenomena ini menjadi cerminan dari dinamika politik internal PPP yang tidak pernah lepas dari tarik-menarik kepentingan, aspirasi kader daerah, serta keinginan untuk membangkitkan kembali kejayaan partai di kancah politik nasional. Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi internal PPP menjelang muktamar tersebut? Dan apa dampaknya terhadap masa depan partai?
Partai Persatuan Pembangunan dan Sejarah Perjuangan Politik Islam
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) didirikan pada tahun 1973 sebagai hasil fusi dari beberapa partai Islam, yakni NU, Parmusi, PSII, dan Perti. Tujuan utama pendirian PPP adalah menyatukan kekuatan politik umat Islam dalam satu wadah yang solid. Sejak saat itu, PPP memainkan peran penting dalam politik Indonesia, baik di era Orde Baru maupun reformasi.
Namun, dalam beberapa dekade terakhir, PPP menghadapi berbagai tantangan serius—mulai dari konflik internal, penurunan suara di pemilu, hingga kesulitan menjangkau pemilih muda. Oleh karena itu, setiap momentum muktamar menjadi sangat krusial untuk menentukan arah masa depan partai, termasuk pemilihan pemimpin yang mampu membawa perubahan signifikan.
Dinamika Menuju Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2025
Menjelang Muktamar X PPP yang dijadwalkan berlangsung pada tahun 2025, muncul perdebatan hangat di tubuh internal partai. Sekretaris Jenderal PPP, Arwani Thomafi, menyatakan bahwa sedikitnya 20 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP di seluruh Indonesia menginginkan adanya Ketua Umum baru.
Menurut Arwani, dorongan perubahan ini tidak hanya datang dari struktur partai di daerah, tetapi juga dari para pimpinan majelis dan kalangan ulama yang menginginkan transformasi kepemimpinan. Ia menilai bahwa Muktamar mendatang merupakan momen yang tepat untuk melakukan regenerasi dan evaluasi total terhadap strategi pemenangan serta tata kelola organisasi partai.
“Lebih dari 20 DPW menginginkan perubahan, ingin ketua umum baru, termasuk para pimpinan majelis, para kiai mendorong Muktamar 2025 adalah momentum untuk memilih ketum baru,” ujar Arwani dalam kegiatan Halalbihalal DPW PPP Jawa Timur.
Seruan Perubahan: Transformasi atau Manuver Politik?
Pernyataan Arwani seolah menjadi pemantik perdebatan lebih luas. Ia bahkan menyinggung perlunya transformasi menyeluruh dalam tubuh PPP, mulai dari kepemimpinan, organisasi, hingga strategi komunikasi dan pemenangan.
Menurutnya, hasil Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) 2024 menjadi dasar bagi semua pihak di partai untuk mengevaluasi kinerja partai secara menyeluruh. Arwani menilai, tantangan ke depan menuntut PPP memiliki strategi dan kepemimpinan yang lebih adaptif terhadap dinamika politik nasional dan kebutuhan generasi muda.
Namun, tak semua pihak sependapat dengan langkah tersebut.
DPP PPP Membantah: Tidak Ada 20 DPW Dukung Ketum Baru
Pernyataan Arwani langsung dibantah keras oleh Ketua DPP PPP, Tengku Amri M. Ali, yang menyebut informasi tersebut sebagai provokasi dan tidak berdasarkan fakta. Ia menyatakan bahwa klaim adanya dukungan dari 20 DPW kepada calon Ketua Umum baru adalah informasi yang menyesatkan.
“Tidak ada 20 DPW yang menyatakan dukungan kepada calon Ketum dari luar. Ini ulah oknum PPP yang ingin membuat gaduh, menggunakan nama pengurus daerah demi kepentingan pribadinya,” tegas Amri dalam konferensi pers di Jakarta.
Amri bahkan mengecam keras tindakan yang dianggapnya sebagai upaya inkonstitusional. Ia menyebut bahwa tidak ada perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP yang mengatur syarat pencalonan ketua umum, dan keputusan tersebut telah dikunci dalam Mukernas PPP Desember 2024 lalu.
Ia menyebut Arwani dan kelompoknya sebagai “petualang politik” yang ingin menggoyahkan soliditas partai menjelang Muktamar X.
“Kami menolak dengan tegas manuver segelintir petualang politik. Cara-cara yang dilakukan sangat tidak bermartabat dan bertujuan mengambil alih PPP secara inkonstitusional,” tambahnya.
Antara Aspirasi Daerah dan Kesatuan Partai
Ketegangan antara DPP PPP dan sejumlah kader daerah mencerminkan persoalan klasik yang kerap melanda partai politik di Indonesia: ketegangan antara pusat dan daerah. Dalam konteks PPP, hal ini menjadi semakin rumit mengingat PPP memiliki basis konstituen yang kuat di kalangan ulama dan pesantren, yang memiliki aspirasi tersendiri terhadap arah perjuangan partai.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa PPP membutuhkan pendekatan yang lebih bijaksana dan inklusif dalam merespons suara-suara dari akar rumput. Di sisi lain, menjaga soliditas internal juga sangat penting agar partai tidak terjebak dalam konflik internal yang berkepanjangan, apalagi menjelang kontestasi politik 2029.
Menghadapi Pemilu 2029: Momentum Kebangkitan atau Kemunduran?
Dalam Pemilu 2024, PPP tidak meraih hasil yang memuaskan. Meski masih mempertahankan eksistensi di parlemen, perolehan suara PPP cenderung stagnan. Oleh karena itu, Muktamar X seharusnya menjadi momentum untuk konsolidasi besar-besaran dan menyusun strategi baru.
Penting bagi PPP untuk menjadikan forum muktamar sebagai ruang kontestasi ide, bukan hanya perebutan kekuasaan. Regenerasi dalam kepemimpinan harus disertai dengan reformasi program, visi politik, dan modernisasi organisasi, khususnya dalam hal komunikasi digital dan keterlibatan pemilih muda.
Menjaga Jati Diri sebagai Rumah Besar Umat Islam
PPP sejak awal berdiri dikenal sebagai “rumah besar umat Islam.” Namun dalam perjalanannya, tantangan zaman menuntut PPP untuk terus beradaptasi tanpa meninggalkan jati dirinya. Pertarungan di Muktamar X tidak boleh menjauhkan partai dari nilai-nilai luhur Islam, prinsip demokrasi, dan kebijaksanaan dalam menyikapi perbedaan pendapat.
Ketua DPP PPP, Amri, menekankan pentingnya menjaga soliditas partai dan menyambut Muktamar dengan suasana sejuk dan penuh silaturrahim. Ia mengajak seluruh kader untuk menghentikan manuver politik dan bersama-sama bekerja keras membesarkan partai.
“Mari sambut Muktamar X dengan riang gembira, penuh silaturrahim, dan kesejukan. Hentikan petualangan politik yang justru merusak semangat kebangkitan kita bersama,” ujarnya.
Kesimpulan
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kini berada di persimpangan jalan yang menentukan. Jelang Muktamar X 2025, suara-suara perubahan bergema dari berbagai penjuru daerah, namun mendapat perlawanan keras dari pengurus pusat.
Momen ini dapat menjadi pemicu krisis jika tidak dikelola dengan baik, namun juga dapat menjadi titik balik kebangkitan jika seluruh elemen partai mampu menempatkan kepentingan bersama di atas ambisi pribadi.
Muktamar 2025 bukan hanya soal siapa yang menjadi Ketua Umum PPP, tapi tentang arah masa depan partai: apakah PPP mampu menjadi kekuatan politik Islam yang modern, inklusif, dan relevan dengan zaman, atau justru tenggelam dalam konflik internal yang berkepanjangan.