Manfaat Ganja Medis dan Efek Sampingnya bagi Kesehatan
bacayuk.com – Ganja medis menjadi topik hangat dalam diskusi kebijakan kesehatan di banyak negara, termasuk Indonesia. Meskipun ganja masih termasuk dalam daftar narkotika golongan satu di berbagai wilayah, penelitian ilmiah yang terus berkembang mulai menunjukkan bahwa tanaman ganja ini memiliki sejumlah manfaat potensial untuk pengobatan medis.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara mulai melonggarkan aturan mengenai penggunaan ganja untuk kepentingan medis, membuka jalan bagi pemanfaatan senyawa aktif dalam ganja seperti CBD (Cannabidiol) dan THC (Tetrahydrocannabinol) untuk terapi kesehatan.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam berbagai manfaat ganja medis bagi kesehatan, serta menyajikan informasi mengenai efek samping yang mungkin ditimbulkan jika penggunaannya tidak diawasi secara ketat oleh tenaga medis.
Apa Itu Ganja Medis?
Ganja medis berasal dari tanaman Cannabis sativa, yang bagian daun, bunga, batang, dan bijinya dapat dikeringkan untuk kemudian digunakan sebagai bahan obat. Tanaman ini mengandung lebih dari 100 senyawa aktif yang disebut cannabinoid, dengan dua yang paling terkenal adalah:
-
CBD (Cannabidiol): Senyawa non-psikoaktif yang digunakan untuk meredakan nyeri, peradangan, dan kejang.
-
THC (Delta-9-tetrahydrocannabinol): Senyawa psikoaktif yang dapat menimbulkan efek euforia atau “fly”.
Penggunaan ganja medis bukan bertujuan untuk rekreasi, melainkan untuk meringankan gejala penyakit tertentu, dengan takaran dan metode penggunaan yang terkontrol.
5 Manfaat Ganja Medis yang Terbukti Secara Ilmiah
Berikut adalah lima manfaat utama dari penggunaan ganja untuk kepentingan medis yang telah diteliti dan didokumentasikan dalam berbagai jurnal ilmiah serta laporan lembaga kesehatan internasional:
1. Meredakan Nyeri Kronis
Salah satu manfaat ganja medis yang paling banyak dibuktikan adalah pengurangan rasa nyeri kronis. Menurut laporan dari The Health Effects of Cannabis and Cannabinoids, penggunaan cannabinoid secara signifikan dapat membantu pasien yang menderita nyeri berkepanjangan, termasuk penderita kanker, radang sendi, dan nyeri saraf.
Lebih dari 25 juta orang dewasa di Amerika Serikat menderita nyeri kronis, dan ganja menjadi salah satu alternatif pengobatan non-opioid yang cukup efektif, dengan efek samping yang cenderung lebih ringan dibandingkan obat penghilang rasa sakit berbasis opioid.
2. Mengatasi Gangguan Mental
Beberapa studi menunjukkan bahwa CBD dalam ganja medis dapat membantu mengelola gangguan kesehatan mental, termasuk depresi, gangguan kecemasan, gangguan bipolar, dan bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Namun, penting untuk dicatat bahwa pemakaian ganja untuk kesehatan mental harus dilakukan secara hati-hati dan di bawah pengawasan tenaga medis. Penggunaan berlebihan justru dapat memicu efek sebaliknya, seperti paranoia atau gangguan suasana hati yang lebih buruk.
3. Menghambat Pertumbuhan Sel Kanker
Berdasarkan hasil riset laboratorium, cannabinoid dalam ganja terbukti memperlambat pertumbuhan beberapa jenis sel kanker. Senyawa ini dapat menghambat angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru pada tumor) serta merangsang apoptosis (kematian sel kanker secara terprogram).
Walaupun demikian, ganja bukan pengganti terapi kanker utama seperti kemoterapi, radioterapi, atau pembedahan. Ganja lebih tepat digunakan sebagai terapi pendamping untuk mengurangi gejala seperti mual, muntah, dan nyeri selama proses pengobatan kanker berlangsung.
4. Mengurangi Gejala Multiple Sclerosis (MS)
Pasien dengan multiple sclerosis (MS), penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf pusat, sering mengalami gejala seperti kejang otot, kesulitan bergerak, dan nyeri otot. Penelitian menunjukkan bahwa ganja medis, khususnya senyawa THC dan CBD, dapat membantu meredakan kejang otot dan memperbaiki kontrol motorik pada penderita MS.
Manfaat ini cenderung terlihat dalam pemakaian jangka pendek, dan penggunaan jangka panjang masih membutuhkan penelitian lanjutan untuk menilai keamanannya.
5. Mengurangi Kejang pada Epilepsi
Salah satu manfaat ganja medis yang telah mendapatkan pengakuan FDA (Badan POM Amerika Serikat) adalah dalam pengobatan epilepsi, khususnya dua bentuk langka yaitu sindrom Lennox-Gastaut dan sindrom Dravet. Pada tahun 2018, FDA menyetujui penggunaan obat bernama Epidiolex, yang mengandung CBD murni, untuk mengobati kedua jenis epilepsi tersebut.
Penelitian menunjukkan bahwa CBD mampu menurunkan frekuensi dan intensitas kejang, terutama pada pasien anak-anak yang tidak merespons pengobatan konvensional. Keberhasilan ini menjadi tonggak penting dalam pengakuan medis terhadap manfaat ganja.
Efek Samping Penggunaan Ganja Medis
Meskipun ganja memiliki manfaat kesehatan yang menjanjikan, penggunaannya juga tidak bebas risiko. Terutama jika digunakan dalam jangka panjang atau tanpa pengawasan medis, ganja dapat menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan kesehatan.
Berikut beberapa efek samping utama yang perlu diwaspadai:
1. Gangguan Kesehatan Mental
Penggunaan ganja secara berlebihan, terutama THC yang bersifat psikoaktif, dapat memicu gangguan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, bahkan psikosis pada individu yang rentan. Studi juga menemukan hubungan antara konsumsi ganja harian dengan peningkatan risiko bunuh diri dan gangguan bipolar.
2. Risiko Kanker Testis
Beberapa penelitian dari National Academies of Sciences mengungkapkan adanya korelasi antara penggunaan ganja dan peningkatan risiko kanker testis, terutama pada subtipe seminoma. Meski belum terbukti secara kausal, temuan ini memperkuat alasan untuk menggunakan ganja secara hati-hati.
3. Gangguan Pernapasan
Menghirup asap ganja dapat merusak sistem pernapasan. Meski belum ada bukti kuat bahwa ganja menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) seperti rokok tembakau, pengguna tetap berisiko mengalami batuk kronis, iritasi saluran pernapasan, dan bronkitis.
Sebagai alternatif yang lebih aman, metode penggunaan ganja seperti minyak, kapsul, atau ekstrak lebih direkomendasikan dibandingkan cara pembakaran atau penghisapan.
Potensi dan Tantangan Ganja Medis
Ganja medis telah menunjukkan potensi yang besar dalam membantu pengobatan berbagai kondisi medis mulai dari nyeri kronis hingga epilepsi. Keberadaan senyawa CBD dan THC menjadi kunci dalam terapi alternatif bagi pasien yang tidak merespons pengobatan konvensional.
Namun, meskipun manfaatnya menjanjikan, penggunaan ganja medis tetap memerlukan regulasi yang ketat dan pengawasan medis yang cermat. Efek samping yang mungkin muncul dari penyalahgunaan atau konsumsi berlebihan bisa membahayakan kesehatan secara fisik maupun mental.
Di Indonesia, upaya legalisasi ganja untuk keperluan medis mulai mendapat perhatian, terutama dari kalangan akademisi dan pembuat kebijakan. Langkah awal ini diharapkan bisa membuka pintu bagi penelitian lebih lanjut dan pemanfaatan ganja secara bijak dan aman.